ANTIHISTAMIN
A. HISTAMIN
Histamin (suatu autacoid atau
hormone lokal) adalah suatu amin nabati (bioamin) yang ditemukan oleh dr. Paul Ehrlich (1878) dan merupakan
produk normal dari pertukaran zat histidin
melalui dekarboksilasi enzimatis. Hampir semua organ dan jaringan memiliki
histamine dalam keadaan terikat dan inaktif, yang terutama terdapat dalam
sel-sel tertentu.
1.1
Struktur Kimia Histamin
‘Mast
cells’ ini
menyerupai bola-bola kecil berisi gelembung yang penuh dengan histamin dan
zat-zat mediator lainnya. Sel-sel ini banyak ditemukan di bagian tubuh yang
bersentuhan dengan dunia luar, yakni di kulit, mukosa dari mata, hidung,
saluran napas (bronchia, paru-paru) dan usus, juga dalam lekosit basofil darah.
Dalam keadaan bebas aktif juga terdapat dalam darah dan otak, dimana histamine
bekerja sebagai neurotransmitter. Di
luar tubuh manusia histamine terdapat dalam bakteri, tanaman (bayam, tomat) dan
makanan (keju tua).
1.2 Sel
mast
Histamin dapat dibebaskan dari
mast-cells oleh bermacam-macam faktor, misalnya oleh suatu reaksi alergi
(penggabungan antigen-antibody), kecelakaan dengan cedera serius dan sinar UV
dari matahari. Selain itu, dikenal pula zat-zat kimia dengan daya membebaskan
histamin (histamine liberators) seperti racun ular dan tawon, enzim proteolitis
dan obat-obat tertentu (morfin dan kodein, tubokurarin, klordiazepoksida).
Histamine memegang peran utama
pada proses peradangan dan pada sistem daya-tangkis. Kerjanya berlangsung
melalui tiga jenis reseptor, yakni reseptor-H1,
-H2 dan –H3. Reseptor-H1
secara selektif diblok oleh antihistaminika
(H1-blockers), reseptor-H2
oleh penghambat asam lambung (H2-blockers). Reseptor-H3
memegang peranan pada regulasi tonus saraf simpatikus.
Aktivitas terpenting antihistamin
adalah :
-
Kontraksi
otot polos bronchi, usus dan Rahim
-
Vasodilatasi
semua pembuluh dengan penurunan tekanan darah
-
Memperbesar
permeabilitas kapiler untuk cairan dan protein, dengan akibat udema dan
pengembangan mukosa
-
Hipersekresi
air mata, ludah, dahak dan asam lambung
-
Stimulasi
ujung saraf dengan eritema dan gatal-gatal
Dalam keadaan normal, kadar
histamine dalam darah rendah, sekitar 50 mcg/l, sehingga tidak menimbulkan
efek. Baru bila mast-cell dirusak membrannya sebagai akibat dari salah satu
faktor tersebut di atas, maka dibebaskan banyak histamine sehingga efek itu
menjadi nyata. Setelah melakukan kegiatannya, kelebihan histamine diuraikan
oleh enzim histaminase yang juga terdapat dalam jaringan.
B. ANTIHISTAMIN
Antihistamin adalah zat-zat yang
dapat mengurangi atau menghalangi efek histamine terhadap tubuh dengan jalan
memblok reseptor-histamin. Pada awalnya hanya dikenal satu tipe
antihistaminikum, tetapi setelah ditemukannya jenis reseptor khusus pada tahun
1972, yang disebut reseptor-H2, maka secara farmakologis, reseptor histamine
dapat diabgi menjadi dua kelompok, yaitu antagonis
reseptor-H1 (disebut H1-blockers atau
antihistaminika) dan antagonis
reseptor-H2 (H2-blockers atau zat penghambat asam).
1. H1-blockers
(antihistaminika klasik)
Mengantagonis
histamine dengan jalan memblok reseptor-H1 di otot licin dari
dinding pembuluh, bronchi dan saluran cerna, kandung kemih dan Rahim. Begitu
pula melawan efek histamine di kapiler dan ujung saraf (gatal, flare reaction). Efeknya adalah
simtomatis, antihistaminika tidak dapat menghindarkan timbulnya reaksi alergi.
Antihistaminika
dibagi menjadi 2 kelompok atas dasar kerjanya terhadap SSP, yakni zat-zat
generasi ke-1 dan ke-2
a.
Obat
generasi ke-1 : prometazin, oksometazin, tripelennamin, (klor) feniramin,
difenhidramin, siproheptadin dan oksatomida.
b.
Obat
generasi ke-2 : astemizol, setirizin, loratidin dan emesdatin. Zat-zat ini
bersifat hidrofil dan sukar mencapai CCS (cairan cerebrospinal), maka pada
dosis terapeutis tidak bekerja sedative. Keuntungan lainnya adalah plasma
t½-nya yang lebih panjang, sehingga dosisnya cukup dengan 1-2 klai sehari. Efek
anti-alerginya selain berdasarkan khasiat antihistamin, juga berkat dayanya
menghambat sintesis mediator-radang, seperti prostaglandin, leukotriene dan
kinin.
2. H2-blockers
(penghambat asam)
Obat-obat
ini menghambat secara selektif sekresi asam-lambung yang meningkat akibat
histamine, dengan jalan persaingan terhadap reseptor-H2 di lambung.
Efeknya adalah berkurangnya hipersekresi asam klorida, juga mengurangi
vasodilatasi dan tekanan darah menurun. Senyawa ini banyak digunakan pada
terapi tukak lambung-usus guna mengurangi sekresi HCl dan pepsin, juga sebagai
zat pelindung tambahan pada terapi dengan kortikosteroida.
Penghambat
asam yang banyak digunakan adalah simetidin,
ranitidine, famotidine, nizatidin dan roksatidin
yang merupakan senyawa-senyawa heterosiklis dari histamine.
Penggunaan
Selain bersifat antihistamin,
obat-obat ini juga memiliki pelbagai khasiat lain, yakni daya antikolinergis,
antiemetis dan daya menekan SSP (sedative), sedangkan beberapa diantaranya
memiliki efek antiserotonin dan lokal anestetis (lemah).
Berdasarkan efek ini,
antihistaminika digunakan secara sistemis (oral, Injeksi) untuk mengobati
simptomatis bermacam-macam gangguan alergi yang disebabkan oleh pembebasan
histamine. Disamping rhinitis, pollinosis dan alergi makanan/obat juga banyak
digunakan pada sejumlah gangguan berikut
a. Asma
yang bersifat
alergi, guna menanggulangi gejala bronchokonstriksi. Walaupun kerjanya baik,
namun efek keseluruhannya rendah berhubung tidak berdaya terhadap mediator lain
(leukotriene) yang juga mengakibatkan penciutan bronchi. Ada indikasi bahwa
penggunaan dalam bentuk sediaan inhalasi menghasilkan efek yang lebih baik.
Obat-obat ketotifen dan oksatomida berkhasiat mencegah degranulasi dari
mastcell dan efektif untuk mencegah serangan.
b. Sengatan
serangga, khususnya
tawon dan lebah, yang mengandung antara lain histamine dan suatu enzim yang
mengakibatkan pembebasannya dari mastcell. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan
obat perlu diberikan segera dan sebaiknya melalui injeksi. Dalam keadaan hebat
biasanya diberikan injeksi adrenalin i.m atau hidrokortison i.v.
c. Urticaria
(biduran,
kaligata). Pada umumnya bermanfaat terhadap meningkatkan permeabilitas kapiler
dan gatal-gatal, terutama zat-zat dengan kerja antiserotonin seperti alimemazin (Nedeltran) , azatadin dan oksatomida. Khasiat antigatal mungkin
berkaitan pula dengan efek sedative dan efek anestesi lokalnya.
d. Sebagai
sedativum berdasarkan
dayanya menekan SSP, khususnya prometazin
dan difenhidramin serta
turunannya. Obat-obat ini juga berkhasiat meredakan rangsangan batuk, sehingga
banyak digunakan dalam sediaan obat batuk.
Efek
samping
Kebanyakan antihistaminika tidak
menyebabkan efek samping yang serius bila diberikan dalam dosis terapeutis.
Efek samping yang paling sering terjadi adalah :
-
Efek sedative-hipnotik (rasa kantuk) akibat depresi SSP
dan daya antikolinergisnya. Efek ini paling nyata pada prometazin dan
difenhidramin, tetapi agak kurang pada d-klorfeniramin dan mebhidrolin. Pada
umumnya dalam beberapa minggu terjadi toleransi untuk efek sedative-hipnotik.
Daya sedative ini tidak dimiliki oleh antihistaminika generasi kedua misalnya
astemizol dan terfenadin, sehingga dengan aman dapat diberikan pada misalnya
pengemudi kendaraan bermotor. Sebaliknya, kedua obat ini bila diminum serentak
dengan suatu obat yang menghambat perombakannya dalam hati, kadar histamine
dalam plasma dapat meningkat kuat sehingga menimbulkan gangguan jantung
berbahaya (cardiac arrest, aritmia ventrikuler). Obat-obat inductor- enzim
demikian adalah ketokonazol, antibiotika makrolida (eritromisin) dan makanan
(jus, grapefruit).
-
Gangguan saluran cerna juga sering terjadi dengan gejala
mual, muntah dan diare sampai anoreksia dna sembelit. Efek ini dapat dikurangi
bila obat diminum setelah makan,
-
Efek antikolinergis (anti-muskarin) dapat terjadi,
seperti mulut kering, gangguan akomodasi dan saluran cerna, sembelit dan
retensi kemih. Berhubung sifatnya ini, antihistaminika jangan diberikan kepada
pasien glaucoma dan hipertrofi prostat.
Permasalahan
1. Efek samping banyak ditimbulkan
oleh antihistamin saat penggunaan adalah rasa mengantuk, formulasi seperti
apakah yang tepat untuk mengurangi efek samping tersebut?
2. Karena antihistamin menyebabkan
rasa kantuk, antihistamin sering digunakan sebagai obat tidur, apa efek yang
akan ditimbulkan jika antihistamin disalahgunakan sebagai obat tidur dalam
jangka panjang?
3. Apakah dalam penggunaan,
antihistamin akan berinteraksi dengan makanan?
Daftar Pustaka
Tjay,
T.H., dan Rahardja K. 2008. Obat-Obat
Penting Edisi Keenam, Gramedia, Jakarta.
Halo rike saya akan mencoba menjawab pertanyaan no. 2 yaitu Sama seperti obat-obat lain, obat antihistamin juga berpotensi menyebabkan efek samping. Beberapa efek samping jika mengkonsumsi berlebihan adalah adalah:
ReplyDeleteMulut kering
Disfagia
Pusing
Sakit kepala
Nyeri perut
Sulit buang air kecil
Mudah marah
Penglihatan kabur.