Saturday, November 23, 2019

ANTIHISTAMIN

ANTIHISTAMIN
A.     HISTAMIN
Histamin (suatu autacoid atau hormone lokal) adalah suatu amin nabati (bioamin) yang ditemukan oleh dr. Paul Ehrlich (1878) dan merupakan produk normal dari pertukaran zat histidin melalui dekarboksilasi enzimatis. Hampir semua organ dan jaringan memiliki histamine dalam keadaan terikat dan inaktif, yang terutama terdapat dalam sel-sel tertentu.
1.1 Struktur Kimia Histamin

‘Mast cells’ ini menyerupai bola-bola kecil berisi gelembung yang penuh dengan histamin dan zat-zat mediator lainnya. Sel-sel ini banyak ditemukan di bagian tubuh yang bersentuhan dengan dunia luar, yakni di kulit, mukosa dari mata, hidung, saluran napas (bronchia, paru-paru) dan usus, juga dalam lekosit basofil darah. Dalam keadaan bebas aktif juga terdapat dalam darah dan otak, dimana histamine bekerja sebagai neurotransmitter. Di luar tubuh manusia histamine terdapat dalam bakteri, tanaman (bayam, tomat) dan makanan (keju tua).
1.2 Sel mast
Histamin dapat dibebaskan dari mast-cells oleh bermacam-macam faktor, misalnya oleh suatu reaksi alergi (penggabungan antigen-antibody), kecelakaan dengan cedera serius dan sinar UV dari matahari. Selain itu, dikenal pula zat-zat kimia dengan daya membebaskan histamin (histamine liberators) seperti racun ular dan tawon, enzim proteolitis dan obat-obat tertentu (morfin dan kodein, tubokurarin, klordiazepoksida).
Histamine memegang peran utama pada proses peradangan dan pada sistem daya-tangkis. Kerjanya berlangsung melalui tiga jenis reseptor, yakni reseptor-H1, -H2 dan –H3. Reseptor-H1 secara selektif diblok oleh antihistaminika (H1-blockers), reseptor-H2 oleh penghambat asam lambung (H2-blockers). Reseptor-H3 memegang peranan pada regulasi tonus saraf simpatikus.
Aktivitas terpenting antihistamin adalah :
-          Kontraksi otot polos bronchi, usus dan Rahim
-          Vasodilatasi semua pembuluh dengan penurunan tekanan darah
-          Memperbesar permeabilitas kapiler untuk cairan dan protein, dengan akibat udema dan pengembangan mukosa
-          Hipersekresi air mata, ludah, dahak dan asam lambung
-          Stimulasi ujung saraf dengan eritema dan gatal-gatal
Dalam keadaan normal, kadar histamine dalam darah rendah, sekitar 50 mcg/l, sehingga tidak menimbulkan efek. Baru bila mast-cell dirusak membrannya sebagai akibat dari salah satu faktor tersebut di atas, maka dibebaskan banyak histamine sehingga efek itu menjadi nyata. Setelah melakukan kegiatannya, kelebihan histamine diuraikan oleh enzim histaminase yang juga terdapat dalam jaringan.
B.     ANTIHISTAMIN
Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamine terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor-histamin. Pada awalnya hanya dikenal satu tipe antihistaminikum, tetapi setelah ditemukannya jenis reseptor khusus pada tahun 1972, yang disebut reseptor-H2, maka secara farmakologis, reseptor histamine dapat diabgi menjadi dua kelompok, yaitu antagonis reseptor-H1 (disebut H1-blockers atau antihistaminika) dan antagonis reseptor-H2 (H2-blockers atau zat penghambat asam).
1.      H1-blockers (antihistaminika klasik)
Mengantagonis histamine dengan jalan memblok reseptor-H1 di otot licin dari dinding pembuluh, bronchi dan saluran cerna, kandung kemih dan Rahim. Begitu pula melawan efek histamine di kapiler dan ujung saraf (gatal, flare reaction). Efeknya adalah simtomatis, antihistaminika tidak dapat menghindarkan timbulnya reaksi alergi.
Antihistaminika dibagi menjadi 2 kelompok atas dasar kerjanya terhadap SSP, yakni zat-zat generasi ke-1 dan ke-2
a.       Obat generasi ke-1 : prometazin, oksometazin, tripelennamin, (klor) feniramin, difenhidramin, siproheptadin dan oksatomida.
b.      Obat generasi ke-2 : astemizol, setirizin, loratidin dan emesdatin. Zat-zat ini bersifat hidrofil dan sukar mencapai CCS (cairan cerebrospinal), maka pada dosis terapeutis tidak bekerja sedative. Keuntungan lainnya adalah plasma t½-nya yang lebih panjang, sehingga dosisnya cukup dengan 1-2 klai sehari. Efek anti-alerginya selain berdasarkan khasiat antihistamin, juga berkat dayanya menghambat sintesis mediator-radang, seperti prostaglandin, leukotriene dan kinin.
2.      H2-blockers (penghambat asam)
Obat-obat ini menghambat secara selektif sekresi asam-lambung yang meningkat akibat histamine, dengan jalan persaingan terhadap reseptor-H2 di lambung. Efeknya adalah berkurangnya hipersekresi asam klorida, juga mengurangi vasodilatasi dan tekanan darah menurun. Senyawa ini banyak digunakan pada terapi tukak lambung-usus guna mengurangi sekresi HCl dan pepsin, juga sebagai zat pelindung tambahan pada terapi dengan kortikosteroida.
Penghambat asam yang banyak digunakan adalah simetidin, ranitidine, famotidine, nizatidin dan roksatidin yang merupakan senyawa-senyawa heterosiklis dari histamine.

Penggunaan
Selain bersifat antihistamin, obat-obat ini juga memiliki pelbagai khasiat lain, yakni daya antikolinergis, antiemetis dan daya menekan SSP (sedative), sedangkan beberapa diantaranya memiliki efek antiserotonin dan lokal anestetis (lemah).
Berdasarkan efek ini, antihistaminika digunakan secara sistemis (oral, Injeksi) untuk mengobati simptomatis bermacam-macam gangguan alergi yang disebabkan oleh pembebasan histamine. Disamping rhinitis, pollinosis dan alergi makanan/obat juga banyak digunakan pada sejumlah gangguan berikut
a.      Asma yang bersifat alergi, guna menanggulangi gejala bronchokonstriksi. Walaupun kerjanya baik, namun efek keseluruhannya rendah berhubung tidak berdaya terhadap mediator lain (leukotriene) yang juga mengakibatkan penciutan bronchi. Ada indikasi bahwa penggunaan dalam bentuk sediaan inhalasi menghasilkan efek yang lebih baik. Obat-obat ketotifen dan oksatomida berkhasiat mencegah degranulasi dari mastcell dan efektif untuk mencegah serangan.
b.      Sengatan serangga, khususnya tawon dan lebah, yang mengandung antara lain histamine dan suatu enzim yang mengakibatkan pembebasannya dari mastcell. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan obat perlu diberikan segera dan sebaiknya melalui injeksi. Dalam keadaan hebat biasanya diberikan injeksi adrenalin i.m atau hidrokortison i.v.
c.       Urticaria (biduran, kaligata). Pada umumnya bermanfaat terhadap meningkatkan permeabilitas kapiler dan gatal-gatal, terutama zat-zat dengan kerja antiserotonin seperti alimemazin (Nedeltran) , azatadin dan oksatomida. Khasiat antigatal mungkin berkaitan pula dengan efek sedative dan efek anestesi lokalnya.
d.      Sebagai sedativum berdasarkan dayanya menekan SSP, khususnya prometazin dan difenhidramin serta turunannya. Obat-obat ini juga berkhasiat meredakan rangsangan batuk, sehingga banyak digunakan dalam sediaan obat batuk.
Efek samping
Kebanyakan antihistaminika tidak menyebabkan efek samping yang serius bila diberikan dalam dosis terapeutis. Efek samping yang paling sering terjadi adalah :
-          Efek sedative-hipnotik (rasa kantuk) akibat depresi SSP dan daya antikolinergisnya. Efek ini paling nyata pada prometazin dan difenhidramin, tetapi agak kurang pada d-klorfeniramin dan mebhidrolin. Pada umumnya dalam beberapa minggu terjadi toleransi untuk efek sedative-hipnotik. Daya sedative ini tidak dimiliki oleh antihistaminika generasi kedua misalnya astemizol dan terfenadin, sehingga dengan aman dapat diberikan pada misalnya pengemudi kendaraan bermotor. Sebaliknya, kedua obat ini bila diminum serentak dengan suatu obat yang menghambat perombakannya dalam hati, kadar histamine dalam plasma dapat meningkat kuat sehingga menimbulkan gangguan jantung berbahaya (cardiac arrest, aritmia ventrikuler). Obat-obat inductor- enzim demikian adalah ketokonazol, antibiotika makrolida (eritromisin) dan makanan (jus, grapefruit).
-          Gangguan saluran cerna juga sering terjadi dengan gejala mual, muntah dan diare sampai anoreksia dna sembelit. Efek ini dapat dikurangi bila obat diminum setelah makan,
-          Efek antikolinergis (anti-muskarin) dapat terjadi, seperti mulut kering, gangguan akomodasi dan saluran cerna, sembelit dan retensi kemih. Berhubung sifatnya ini, antihistaminika jangan diberikan kepada pasien glaucoma dan hipertrofi prostat.
Permasalahan
1.      Efek samping banyak ditimbulkan oleh antihistamin saat penggunaan adalah rasa mengantuk, formulasi seperti apakah yang tepat untuk mengurangi efek samping tersebut?
2.      Karena antihistamin menyebabkan rasa kantuk, antihistamin sering digunakan sebagai obat tidur, apa efek yang akan ditimbulkan jika antihistamin disalahgunakan sebagai obat tidur dalam jangka panjang?
3.      Apakah dalam penggunaan, antihistamin akan berinteraksi dengan makanan?
Daftar Pustaka
Tjay, T.H., dan Rahardja K. 2008. Obat-Obat Penting Edisi Keenam, Gramedia, Jakarta.


1 comment:

  1. Halo rike saya akan mencoba menjawab pertanyaan no. 2 yaitu Sama seperti obat-obat lain, obat antihistamin juga berpotensi menyebabkan efek samping. Beberapa efek samping jika mengkonsumsi berlebihan adalah adalah:

    Mulut kering
    Disfagia
    Pusing
    Sakit kepala
    Nyeri perut
    Sulit buang air kecil
    Mudah marah
    Penglihatan kabur.

    ReplyDelete